Home / Pelalawan | ||||||
Ketua MPC Pemuda Pancasila Pelalawan Minta Kaji Ulang PP 57 Soal Gambut Jumat, 20/10/2017 | 15:48 | ||||||
Ketua MPC Pemuda Pancasila Pelalawan dan juga Ketua DPD HKTI Pelalawan, Jupri SE. PELALAWAN - Secara tegas, Ketua Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Kabupaten Pelalawan meminta agar Kemen LHK dapat meninjau ulang PP 57 yang kini telah berdampak nyata. Pasalnya, akibat PP tersebut perusahaan yang berbasis di Pangkalankerinci yakni PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) terpaksa harus merumahkan sementara 4.600 karyawannya.
Penegasan ini disampaikan Ketua MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Pelalawan, Jupri SE, pada media ini, Jum'at (20/10/2017). Menurutnya, pemutusan kerja sementara pada pekerja RAPP ini dikarenakan izin Rencana Kerja Usaha (RKU) PT RAPP 2010-2019 dicabut walau MA sudah membatalkan Permen 17 2017 tentang Perlindungan Gambut di Kawasan Tanaman Industri atas gugatan serikat pekerja pulp Riau meski salinan putusan itu sendiri belum keluar. "Saya berharap agar PP itu ditinjau ulang atau dikaji secara mendalam bahkan bilamana perlu dicabut karena akan menambah masalah kemiskinan di masyarakat terutama untuk masyarakat petani di daerah ini," tegasnya. Jupri yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Pelalawan ini merasa yakin jika PP itu tetap diberlakukan maka tingkat kemiskinan dan penganguran di daerah ini otomatis akan meningkat. Begitu juga dengan tingkat kriminalitas pasti akan meningkat karena himpitan ekonomi. "Soalnya, PP 57 itu tidak hanya berlaku untuk koorporasi saja tetapi berlaku juga untuk semua yang berada di kawasan perlindungan gambut," tandasnya. Di samping itu, lanjutnya, hal yang perlu diketahui adalah bahwa lahan perusahaan yang izinnya dicabut bukan berarti bisa diambil dan diolah oleh masyarakat seperti yang mungkin dibayangkan. Karena itu, dirinya selaku Ketua DPD HKTI sekaligus Ketua Pemuda Pancasila berharap agar masyarakat bisa membaca dan menganalisa dan mempelajari PP tersebut secara seksama. "Meski saat ini ada sebagian yang mendukung PP tersebut, namun jangan pula masyarakat yang tahunya hanya bekerja di perusahaan tersebut terkena imbasnya langsung," katanya. Ia menilai adalah hal yang wajar jika ada karyawan atau pun pihak lain yang ada hubungan kemitraan dengan PT RAPP merasa khawatir kalau perusahaan ini benar-benar tutup. Namun sisi lain ia juga paham dan mengerti jika ada pihak-pihak lain yang justru mendukung penerapan PP ini dengan segala dampak yang ada. "Tapi selayaknya kita harus berpikir arif dan bijak tentang persoalan yang timbul akibat pemerintah memberlakukan PP tersebut. Dari segi ekonomi, para pedagang dan pemilik rumah petak di Pangkalankerinci pasti akan terjadi penurunan drastis. Di sisi sosial, tingkat kriminalitas akan menjadi tinggi," katanya. Hal lain yang mungkin terlupakan oleh masyarakat Pangkalankerinci adalah masalah listrik. Pasalnya, karena sampai hari ini PLN dan BUMD Tuah Sekata daya listriknya masih tergantung dengan anak perusahaan PT RAPP yakni RPE. "Jadi coba kita bayangkan dan renungkan jika memang betul-betul terjadi PT RAPP tutup dikarenakan PP ini. Sebagai perusahaan tentu mereka akan berbicara bisnis, konteksnya untung dan rugi. Artinya, jika tak untung lagi ya buat apa harus bertahan? Apalagi owner perusahaan sendiri masih punya banyak unit usaha di luar daerah ini bahkan di luar negeri, jadi tak ada masalah bagi mereka. Justru yang menjadi masalah adalah daerah kita ini karena yang tersisa segudang persoalan karena angka pengangguran yang meningkat," paparnya. Dikatakannya, seharusnya diberlakukan saja regulasi pada perusahaan khususnya yang ada di Kabupaten Pelalawan ke depannya agar perusahaan bisa membuat masyarakat merasakan dampak positip keberadaan mereka. Sehingga dengan begitu, masyarakat juga merasa memiliki jika perusahaan ada masalah. "Selama ini, kalau untuk PT RAPP kami menilai luar biasa dibandingkan dengan perusahaan lain yang ada di daerah ini. Jadi wajar kalau ada yang merasa tidak puas, namun kita juga harus berpikir jernih karena orang tua saja tidak akan mungkin memenuhi seluruh kebutuhan anaknya, apalagi ini perusahaan," tandasnya. Ditambahkannya, namun sesuai dengan UU Otonomi Daerah maka perusahaan harus memprioritaskan orang daerah yang memiliki potensi serta mempunyai kemampuan serta skill yang profesional. Dengan kata lain, perusahaan juga harus belajar dengan peristiwa yang terjadi pada saat ini. "Terlepas dari apapun, kami dari DPD HKTI dan MPC PP Pelalawan akan mengawal kewajiban perusahaan untuk masyarakat atau Pemda yang dituangkan dalam Undang-Undang," tukasnya. Penulis : Andy Indrayanto Editor : Yusni Fatimah |
||||||
|
|
Komentar Anda:
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |