Home / Otonomi | ||||||
Keputusan Berani Syamsoedarman di Tengah Dualisme Hari Pers Nasional Jumat, 07/02/2025 | 17:06 ![]() ![]() ![]() ![]() | ||||||
![]() | ||||||
Syamsoedarman hadiri HPN 2025 di Pekanbaru.(foto: int) PEKANBARU - Perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 diwarnai dualisme yang menggugah insan pers untuk menentukan sikap. Di tengah dinamika tersebut, Syamsoedarman, wartawan senior asal Padang Panjang, memilih langkah berani yang menorehkan jejak penting dalam sejarah pers Indonesia. Semula, ia dijadwalkan menerima penghargaan Press Card Number One (PCNO) di Banjarmasin, lokasi peringatan HPN 2025 versi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat HCB. Namun, Syam mengambil keputusan berbeda dan memilih menghadiri peringatan HPN di Pekanbaru, yang dipimpin Ketua PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang. “Keputusan ini adalah langkah tepat, bukan hanya bagi Syam, tapi juga sebagai simbol keberpihakan kepada makna HPN yang sesungguhnya,” ujar Ketua PWI Sumbar, Widya Navies. “Pekanbaru adalah tempat yang lebih relevan dengan semangat kebersamaan insan pers,” sambungnya. Keputusan Syam mendapatkan apresiasi luas dari berbagai pihak. Wakil Ketua PWI Sumbar, Syawir Pribadi menyebutnya sebagai bukti bahwa Syam bukan hanya jurnalis berpengalaman, tetapi juga sosok yang berani mengambil sikap di tengah perbedaan. “Dalam dunia pers, mengambil keputusan yang benar di saat sulit adalah keberanian tersendiri. Syam membuktikan itu,” ujarnya. Syamsoedarman bukan nama baru dalam dunia jurnalistik. Karirnya dimulai dari bawah sebagai wartawan Koran Masuk Desa (KMD) Harian Singgalang pada era 1970-an. Tulisannya yang tajam dan konsisten tentang profil desa serta berita nagari kecil membawanya naik pangkat dari wartawan lepas menjadi wartawan tetap, hingga akhirnya menjabat sebagai Redaktur Pelaksana. “Saya tidak pernah membayangkan bisa berada di titik ini. Dulu, setiap berita yang saya kirim lewat pos, saya tunggu dengan harap-harap cemas. Ketika dimuat, rasanya seperti mendapat hadiah besar,” kenang Syam dengan mata berbinar. Dalam perjalanan karirnya, Syam ditempa mentor keras, Syahruddin Said alias Pak Indin, yang mengajarkan disiplin ketat dalam menulis. “Kalau berita bertele-tele, jangan harap bisa tembus redaksi,” ujarnya mengenang didikan sang mentor. Berbagai pengalaman itu mengantarkan Syam pada puncak karir jurnalistiknya. Ia telah menulis sejumlah buku yang menjadi referensi penting, termasuk Gempa Besar Sumbar dan Tsunami Mentawai. Pilihan Syam untuk hadir di Pekanbaru bukan hanya soal lokasi, tetapi juga tentang makna dan harapan baru bagi dunia pers. Baginya, Pekanbaru adalah simbol arah baru, tempat insan pers berkumpul dengan semangat kebersamaan, jauh dari perpecahan. “Saya merasa lebih nyaman di sini. Ini bukan sekadar tentang penghargaan, tapi tentang keberpihakan kepada semangat pers yang lebih besar,” ujarnya dengan suara tegas. Sementara itu, Ketua PWI Sumbar, Widya Navies menegaskan, peringatan HPN di Pekanbaru adalah momentum penting untuk merajut kembali persatuan jurnalis di tengah berbagai tantangan. “Syam telah menunjukkan bahwa dalam dunia jurnalistik, keberanian menentukan pilihan adalah sesuatu yang harus dihormati,” tuturnya. Langkah Syam ke Pekanbaru menjadi inspirasi bagi banyak jurnalis muda. Di sana, ia tak hanya menerima PCNO, tetapi juga menandai babak baru dalam perjalanan panjang dunia pers Sumbar. “Bagi saya, ini adalah pelabuhan yang tepat. Saya bangga berdiri di sini, merayakan profesi yang saya cintai selama puluhan tahun,” tutup Syam.(rilis) |
||||||
![]() ![]() |

HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2025. All Rights Reserved |