Home / Politik | ||||||
Survei Top R2C Ungkap Faktor Tingginya Angka Golput di Pilwako Pekanbaru Selasa, 17/12/2024 | 12:25 | ||||||
Survei Top R2C ungkap penyebab angka Golput di Pilkada Pekanbaru tinggi (foto/ist) PEKANBARU – Tingginya angka golput pada Pemilihan Wali Kota (Pilwako) Pekanbaru 27 November 2024 mengundang perhatian publik. Sebuah survei yang dilakukan oleh lembaga riset TOP Riau Research Centre (TOP R2C) pada periode 8-15 Desember 2024 berhasil mengungkap berbagai faktor yang memengaruhi fenomena ini. Survei tersebut menggunakan metode multistage random sampling, melibatkan 350 responden yang dipilih secara acak dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) di 35 kelurahan di Kota Pekanbaru. Dengan margin of error sebesar 5,5 persen, survei ini menjadi salah satu kajian mendalam terkait perilaku politik masyarakat Pekanbaru. Ketua TOP R2C, Adlin, S.Sos., M.Si., menjelaskan bahwa mayoritas masyarakat sebenarnya puas dengan kinerja Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Pekanbaru. “Sebanyak 71,9 persen responden menyatakan puas dengan kinerja KPUD Kota Pekanbaru dalam menyelenggarakan Pilwako. Sementara itu, 24,4 persen menyatakan tidak puas, dan 3,7 persen memilih untuk tidak menjawab,” ujar Adlin, Senin (16/12/2024). Untuk kinerja Bawaslu, 53,7 persen responden menilai lembaga tersebut berhasil mencegah praktik politik uang selama Pilwako. Namun, 38,9 persen menyebut Bawaslu belum efektif, sementara 7,4 persen tidak memberikan pendapat. Meski kinerja penyelenggara pemilu diapresiasi, hasil survei mengungkapkan bahwa angka golput yang mencapai 54 persen tidak disebabkan oleh KPUD atau Bawaslu. Faktor utamanya justru adalah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pejabat publik di Kota Pekanbaru. “Sebanyak 64,2 persen responden menyatakan tidak percaya bahwa pejabat di lembaga Wali Kota Pekanbaru bekerja sungguh-sungguh dan minim korupsi. Hal serupa juga terjadi pada DPRD Kota Pekanbaru, di mana 49,7 persen responden tidak percaya pada komitmen DPRD menjalankan tupoksinya dengan baik,” jelas Adlin. Rendahnya partisipasi masyarakat juga dipicu oleh berbagai isu negatif yang melibatkan para calon pejabat, seperti kasus korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif. “Sebanyak 95,5 persen masyarakat Pekanbaru menyatakan marah dan muak terhadap pejabat yang korup,” ungkap Adlin. Lebih jauh, survei juga mengungkapkan bahwa mayoritas masyarakat (58,8 persen) menganggap Pilwako hanya menjadi ajang untuk memenuhi kepentingan calon pejabat, bukan kebutuhan rakyat. Hal ini semakin menguatkan sikap apatis masyarakat terhadap proses demokrasi. Alasan Tidak Mencoblos Hasil survei ini menyimpulkan bahwa rendahnya partisipasi pemilih dalam Pilwako Pekanbaru bukan disebabkan oleh satu faktor tunggal. Sebaliknya, fenomena ini dipengaruhi oleh rendahnya kepercayaan terhadap pejabat publik, kekecewaan pada calon kepala daerah, serta kurangnya daya tarik kandidat dalam menarik simpati masyarakat. “Calon yang ada di surat suara gagal menjadi magnet yang kuat untuk membawa masyarakat berbondong-bondong ke TPS. Ini menjadi refleksi penting bagi para calon dan penyelenggara pemilu ke depan,” tutup Adlin. (rilis) |
||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |