Home / Hukrim | ||||||
OTT di Pekanbaru Rp6,8 M Disita KPK di Pekanbaru: Risnandar Diduga Terima Rp2,5 M, Novin Pengumpul Dana Rabu, 04/12/2024 | 14:55 | ||||||
Eks Pj Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa saat tiba di Gedung KPK (foto/detik) PEKANBARU – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap eks Penjabat (Pj) Walikota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa. Ia terjaring OTT bersama Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution (IPN) dan Plt Kepala Bagian Umum Setda Pekanbaru, Novin Karmila (NK). Dari hasil OTT ini, KPK menyita uang senilai Rp6,8 miliar. Dugaan tindak pidana korupsi ketiganya dengan modus pemotongan anggaran Setda. Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam konferensi pers pada Rabu (4/12/2024) dini hari, mengungkapkan bahwa ketiga tersangka diduga memotong anggaran Ganti Uang (GU) di Sekretariat Daerah (Setda) Kota Pekanbaru sejak Juli 2024. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Risnandar. “Risnandar diduga menerima uang sebesar Rp2,5 miliar. Modusnya, mereka memotong anggaran yang seharusnya digunakan untuk operasional Setda,” ujar Ghufron. Lebih lanjut, Ghufron menjelaskan bahwa Novin Karmila berperan sebagai pengumpul dana dan menyetorkannya kepada Risnandar dan Indra Pomi melalui ajudan Pj Wali Kota. Penambahan anggaran makan dan minum dalam APBD 2024 juga menjadi sumber korupsi, dengan Risnandar menerima bagian sebesar Rp2,5 miliar dari dana tersebut. Dikutip dari detiksumut, dalam OTT tersebut, KPK mengamankan sembilan orang. Delapan orang ditangkap di Pekanbaru, sementara satu lainnya ditangkap di Jakarta. “Dari operasi ini, KPK menyita uang tunai sebesar Rp6,820 miliar,” ungkap Ghufron. Setelah menjalani pemeriksaan, KPK menetapkan tiga tersangka yaitu, Risnandar Mahiwa (RM), Eks Pj Wali Kota Pekanbaru. Kemudian Indra Pomi Nasution (IPN), Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru dan Novin Karmila (NK), Plt Kabag Umum Setda Pekanbaru. Ketiganya dijerat dengan Pasal 12 f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang gratifikasi dan pemotongan anggaran secara ilegal. Mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana. (*) |
||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |