Home / Otonomi | |||||||||
Tolak Keras Potongan Pensiun Tambahan, KSBSI Riau: Buruh Terancam Upah Murah Sabtu, 21/09/2024 | 14:42 | |||||||||
Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Riau, Juandy Hutauruk (foto/int) PEKANBARU - Rencana pemerintah untuk memotong gaji pekerja sebagai bagian dari program pensiun tambahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) menuai penolakan dari berbagai kalangan. Penolakan keras tidak hanya datang dari asosiasi buruh, tetapi juga dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta para pengusaha. Salah satu suara penolakan datang dari Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Riau, Juandy Hutauruk. "Sejak awal kami menolak P2SK," tegas Juandy, Sabtu (21/9/2024). Ia menambahkan bahwa KSBSI sudah menyatakan sikap menolak sejak regulasi tersebut pertama kali muncul, bukan hanya terkait penerapan pemotongan tambahan untuk iuran pensiun. Menurut Juandy, pemotongan gaji yang berlaku saat ini sudah cukup memberatkan bagi para buruh, terutama mereka yang hanya menerima upah minimum. "Dengan penerapan P2SK, buruh akan semakin terjebak dalam kondisi upah murah dan ini akan memicu depresi bagi kaum buruh yang selama ini telah termarjinalkan," ujarnya. Ia menyoroti bahwa dengan adanya berbagai potongan seperti Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Pensiun (JP), asuransi kesehatan, serta iuran perumahan, sudah seharusnya kondisi ini dinilai cukup ideal bagi pekerja di Indonesia. Juandy juga menekankan bahwa sistem pengupahan yang saat ini berlaku masih terikat dengan rumusan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang diatur oleh pemerintah berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), yang menurutnya sering kali tidak menguntungkan buruh. KSBSI mendesak pemerintah untuk lebih peduli terhadap nasib buruh. "Kami menyarankan agar pemerintah memperbaiki regulasi yang ada dan meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan," kata Juandy. Ia berharap pemerintah dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja serta mendorong produktivitas buruh melalui kebijakan yang lebih adil dan berimbang. "Jika pemerintah memberikan perlakuan yang setara, produktivitas para buruh akan meningkat," tutupnya. Penolakan ini menjadi sinyal kuat bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana pemotongan gaji demi menghindari ketidakpuasan yang lebih luas di kalangan buruh yang merasa tertekan oleh kebijakan tersebut. Editor: Riki |
|||||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |