Home / Meranti | |||||||||
Rapat Kecamatan Tebingtinggi Timur Bahas Penolakan Penanaman Akasia di Hutan Desa Jumat, 19/07/2024 | 18:50 | |||||||||
SELATPANJANG - Pemerintah Kecamatan Tebingtinggi Timur mengadakan rapat bersama sejumlah kepala desa dan pengurus Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD). Pertemuan ini mengungkap adanya peran oknum tertentu yang melobi jajaran kepala desa dan Ketua LPHD agar mengubah pemanfaatan hutan desa menjadi areal Hutan Tanaman Industri (HTI) bekerja sama dengan perusahaan. Dimana ada seseorang bernama Samuri warga Desa Tanjung Peranap yang mengaku bisa mengurus perbaikan SK di Kementerian dan mencarikan pihak ketiga untuk penanaman pohon akasia di lahan seluas 9.960 hektare. Rapat ini dipimpin oleh Plt Camat Tebingtinggi Timur, Marzlin Jamal, dan dihadiri berbagai pihak termasuk perwakilan KPH Tebingtinggi, Bhabinkamtibmas, kepala desa dari tujuh desa, para ketua LPHD terkecuali Desa. Lukun, aktivis lingkungan, serta tokoh masyarakat. Selain itu juga dihadiri aktivis Lingkungan Abdul Manan, mantan camat Tebingtinggi Timur, Helfandi, pengurus Hipma Tebingtinggi Timur, tokoh pemuda dan sejumlah perwakilan masyarakat. Dalam rapat tersebut, Marzlin meminta penjelasan dari LPHD enam desa dan tujuh kepala desa terkait kronologi pembuatan surat kuasa oleh Amran, Ketua LPHD Lukun, kepada Samuri yang mengaku sebagai staf khusus Kementerian LHK. Adapun tiga desa yang telah memberikan surat kuasa adalah Lukun, Kepau Baru, dan Tanjung Sari, namun beberapa desa menarik kembali surat tersebut karena tidak sesuai dengan kehendak masyarakat. Kepala Desa Lukun, Anuar, menyatakan masyarakat Lukun menolak penggunaan hutan desa untuk penanaman akasia dan menganggap surat kuasa yang ditandatangani oleh Amran tidak sah karena tidak dimusyawarahkan di desa. "Soal itu tidak pernah dilaporkan hal itu kepada saya, dan akan kami segera melaksanakan musyawarah terhadap tindakan yang dilakukan Amran selaku ketua LPHD Lukun," kata Anuar. Hasil rapat menetapkan enam poin keputusan diantaranya LPHD Desa Kepau diminta untuk menarik kembali surat kuasa yang telah ditandatangani, LPHD desa se-Kecamatan Tebingtinggi Timur harus berkoordinasi dengan pemerintah desa, kecamatan, dan KPH Tebingtinggi, selanjutnya Pemerintah Desa Lukun harus melaksanakan musyawarah terkait tindakan Ketua LPHD dan membatalkan surat kuasa yang dibuat tanpa koordinasi, kemudian seluruh masyarakat Tebingtinggi Timur menolak penanaman akasia oleh pihak manapun, seterusnya LPHD tujuh desa harus menjaga hutan desa seluas 9.960 hektare dan meminta bimbingan dari kades, camat, dan KPH Tebingtinggi untuk pemanfaatan sesuai kearifan lokal dan yang terakhir masyarakat diminta tidak melakukan tindakan anarkis dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi. Sementara itu mantan Camat Tebingtinggi Timur, Helfandi, menekankan pentingnya koordinasi LPHD dengan pihak desa, BPD, dan kecamatan dalam melaksanakan program agar tidak menimbulkan kontroversi di masyarakat. Keputusan yang diambil harus melalui musyawarah dan mengikuti aturan terbaru terkait perhutanan sosial. "Jika untuk mengambil keputusan soal hutan, kedepannya LPHD selalu berkoordinasi dengan pihak desa, BPD, dan Kecamatan, terhadap apa saja informasi atau program yang ingin dilaksanakan dan jangan berjalan sendiri. Selain itu selalu bermusyawarah dengan pihak-pihak terkait dan update aturan terbaru terkait perhutanan sosial seperti hutan desa di wilayah Kecamatan Tebingtinggi Timur," kata Helfandi. Helfandi juga menegaskan bahwa LPHD harus mampu menyerap aspirasi masyarakat dan menghindari keputusan yang dapat menimbulkan kontroversi. Ia mengingatkan bahwa pencabutan izin HTI Akasia PT LUM dari 2007 hingga 2016 adalah hasil perjuangan panjang yang dicapai tanpa konflik dan tindakan anarkis. Diberitakan sebelumnya, masyarakat di sejumlah desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kepulauan Meranti, geram terhadap tindakan sejumlah oknum ketua LPHD yang berencana bekerjasama dengan perusahaan hutan industri untuk kembali menanam akasia tanpa melakukan musyawarah terlebih dahulu. Tindakan ini memicu amarah masyarakat setempat. Adapun areal hutan desa tersebut merupakan bekas konsesi akasia PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang izinnya sudah dicabut oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) beberapa tahun silam. Aktivis lingkungan hidup di Kepulauan Meranti, Abdul Manan, sangat menyayangkan sikap para ketua LPHD yang dianggap telah mengambil hak masyarakat. Menurut Abdul Manan, sejumlah ketua LPHD dibujuk oleh ketua LPHD Desa Lukun untuk memberikan kuasa kepada Samuri, warga Desa Tanjung Peranap, untuk membantu pengurusan perbaikan SK di Kementerian dan mencarikan pihak ketiga untuk penanaman pohon akasia, mulai dari tanam hingga panen. Lahan yang akan digunakan mencakup hutan desa sosial dengan luas bervariasi di setiap desa, mulai dari 650 hektare hingga 2.490 hektare. Lahan tersebut tersebar di tujuh desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur, yaitu Desa Sungai Tohor, Sungai Tohor Barat, Tanjung Sari, Sendanu Darul Ihsan, Nipah Sendanu, Kepau Baru, dan Lukun. Mantan Camat Tebingtinggi Timur, Helfandi, yang getol memperjuangkan agar izin pengelolaan HTI PT Lestari Unggul Makmur (LUM) dicabut, juga mengutuk keras tindakan oknum ketua LPHD tersebut. Dia menegaskan bahwa tindakan ini mencederai perjuangan masyarakat yang telah bersusah payah mengusir perusahaan HTI dari daerah tersebut. "Saya menolak tindakan menanam dan memanen pohon akasia di Kecamatan Tebingtinggi Timur oleh perusahaan HTI yang masih dirahasiakan namanya itu. Saya juga mengutuk keras tindakan oknum LPHD itu," kata Helfandi, Rabu (17/7/2024) sore. Helfandi menambahkan bahwa izin PT LUM di Kecamatan Tebingtinggi Timur seluas 10.390 hektare telah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada tahun 2016 silam. Lahan yang telah dikuasai negara itu kini dikelola sebagai hutan desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui LPHD. Menurutnya, pembebasan lahan PT LUM memakan waktu lama dan tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Namun lewat perjuangan yang menguras tenaga, waktu dan pemikiran masyarakat dimulai dari forum desa tahun 2008 yang menghasilkan kesepakatan menolak keberadaan PT LUM di wilayah Kecamatan Tebingtinggi Timur. Pada akhirnya, izin PT LUM resmi dicabut oleh Menteri Siti Nurbaya. Terhadap pencabutan izin PT LUM itu,masyarakat menggelar syukuran bersama pemerintah kabupaten dan kecamatan. Syukuran atas keberhasilan perjuangan masyarakat itu dipusatkan dikantor Camat Tebingtinggi Timur di Desa Sungai Tohor. Penulis : Ali Imroen |
|||||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |