Home / Meranti | |||||||||
Warga Marah, Lahan Eks PT LUM di Kecamatan Tebingtinggi Timur Mau Ditanam Akasia Lagi oleh LPHD Rabu, 17/07/2024 | 21:17 | |||||||||
Para Ketua LPH menandatangani surat pernyataan rencana kerjasama dengan perusahaan hutan industri untuk kembali menanam akasia SELATPANJANG – Masyarakat di sejumlah desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur, Kepulauan Meranti, geram terhadap tindakan sejumlah oknum ketua Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) yang berencana bekerjasama dengan perusahaan hutan industri untuk kembali menanam akasia tanpa melakukan musyawarah terlebih dahulu. Tindakan ini memicu amarah masyarakat setempat. Adapun areal hutan desa tersebut merupakan bekas konsesi akasia PT Lestari Unggul Makmur (LUM) yang izinnya sudah dicabut oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) beberapa tahun silam. Aktivis lingkungan hidup di Kepulauan Meranti, Abdul Manan, sangat menyayangkan sikap para ketua LPHD yang dianggap telah mengambil hak masyarakat. Menurut Abdul Manan, sejumlah ketua LPHD dibujuk oleh ketua LPHD Desa Lukun untuk memberikan kuasa kepada Samuri, warga Desa Tanjung Peranap, untuk membantu pengurusan perbaikan SK di Kementerian dan mencarikan pihak ketiga untuk penanaman pohon akasia, mulai dari tanam hingga panen. Lahan yang akan digunakan mencakup hutan desa sosial dengan luas bervariasi di setiap desa, mulai dari 650 hektare hingga 2.490 hektare. Lahan tersebut tersebar di tujuh desa di Kecamatan Tebingtinggi Timur, yaitu Desa Sungai Tohor, Sungai Tohor Barat, Tanjung Sari, Sendanu Darul Ihsan, Nipah Sendanu, Kepau Baru, dan Lukun. Abdul Manan mengecam tindakan tersebut, mengingatkan agar amarah masyarakat terkait kehadiran Hutan Tanaman Industri (HTI) tidak terulang kembali. Dia menyebutkan, penanaman pohon akasia sangat tidak cocok untuk tekstur lahan gambut di Kepulauan Meranti, yang mudah kering dan memicu kebakaran. Tanaman sagu lebih cocok untuk lahan tersebut. "Penanaman akasia untuk lahan gambut itu tidak cocok, karena mudah kering dan memicu kebakaran. Yang cocok di lahan kita ini adalah tanaman sagu. Saya harap kepala desa mencabut SK ketua LPHD yang mengorbankan hutan milik masyarakat ini," ujarnya. Mantan Camat Tebingtinggi Timur, Helfandi, yang getol memperjuangkan agar izin pengelolaan HTI PT Lestari Unggul Makmur (LUM) dicabut, juga mengutuk keras tindakan oknum ketua LPHD tersebut. Dia menegaskan bahwa tindakan ini mencederai perjuangan masyarakat yang telah bersusah payah mengusir perusahaan HTI dari daerah tersebut. "Saya menolak tindakan menanam dan memanen pohon akasia di Kecamatan Tebingtinggi Timur oleh perusahaan HTI yang masih dirahasiakan namanya itu. Saya juga mengutuk keras tindakan oknum LPHD itu," kata Helfandi, Rabu (17/7/2024) sore. Helfandi menambahkan bahwa izin PT LUM di Kecamatan Tebingtinggi Timur seluas 10.390 hektare telah dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI pada tahun 2016 silam. Lahan yang telah dikuasai negara itu kini dikelola sebagai hutan desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui LPHD. Menurutnya, pembebasan lahan PT LUM memakan waktu lama dan tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Namun lewat perjuangan yang menguras tenaga, waktu dan pemikiran masyarakat dimulai dari forum desa tahun 2008 yang menghasilkan kesepakatan menolak keberadaan PT LUM di wilayah Kecamatan Tebingtinggi Timur. Pada akhirnya, izin PT LUM resmi dicabut oleh Menteri Siti Nurbaya melalui SK Nomor 444/Menlhk/Setjen/HPL.I/6/2016. Terhadap pencabutan izin PT LUM itu,masyarakat menggelar syukuran bersama pemerintah kabupaten dan kecamatan. Syukuran atas keberhasilan perjuangan masyarakat itu dipusatkan dikantor Camat Tebingtinggi Timur di Desa Sungai Tohor. Saat ini, kawasan Tebingtinggi Timur telah ditetapkan sebagai daerah pengembangan kawasan sagu dan pelestarian gambut nasional oleh pemerintah pusat. Kesepakatan dibuat agar kebijakan pemerintah pusat dikoordinasikan terlebih dahulu dengan masyarakat sehingga tidak lagi ditanami akasia yang dapat merusak ekosistem gambut. Helfandi berharap bahwa masyarakat dapat mengelola lahan tersebut sesuai dengan kearifan lokal, yaitu menanam tanaman yang cocok dengan karakteristik lahan gambut seperti sagu. "Jangan sampai tindakan yang sewenang-wenang itu mencederai perjuangan masyarakat dan para tokoh. Kenapa waktu itu mereka menolak, karena kultur tanaman yang cocok di daerah kita itu bukan Akasia tapi Sagu, atau kenapa bukan kayu alam yang bukan kita budidayakan lagi. Untuk itu saya akan hadir langsung dalam rapat oleh pemerintah Kecamatan yang mengundang seluruh kepala desa dan ketua LPHD untuk menyikapi masalah itu," tutur Helfandi yang saat ini menjabat Kepala Bidang di Dinas Pemuda Provinsi Riau. Penulis : Ali Imroen |
|||||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |