Home / DPRD Riau | ||||||
Wacana Bandara Dipindahkan ke Siak, Mardianto Manan: Sudah Tepat Kamis, 23/05/2024 | 17:02 | ||||||
Pemindahan bandara SSK II dinilai Mardianto sudah tepat karena lokasi saat ini yang berada persis di tengah kawasan padat penduduk. (foto:bandara SSK II Pekanbaru/int) PEKANBARU - Wacana pemindahan Bandar Udara (Bandara) Sultan Syarif Kasim (SSK) II dari Kota Pekanbaru ke Kabupaten Siak didukung oleh anggota DPRD Riau Mardianto Manan. Mardianto yang juga seorang ahli tata kota bergelar doktor itu mengatakan bahwa lokasi Bandara SSK II di Pekanbaru saat ini dikelilingi oleh pemukiman padat penduduk sehingga berpotensi menimbulkan lebih banyak kerugian. "Memang sudah harus dipindahkan karena itu di tengah permukiman," kata dia, Kamis (23/5/2024). Mardianto menjelaskan pada radius dua kilometer dari sebuah bandara disebut dengan wilayah Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP). "Kawasan KKOP itu harusnya dikosongkan dari pemukiman. Kalau sekarang di Bandara SSK II Pekanbaru itu setelah pagarnya malah rumah penduduk," ujarnya. Mardianto menambahkan, sepengetahuannya di sepanjang sisi kiri Jalan Rambutan yang ada di sekitar Bandara SSK II Pekanbaru tidak boleh mendirikan bangunan. "Karena itu KKOP. Tapi sekarang malah ada perumahan mewah, ruko-ruko, dan ada berapa banyak lagi perumahan di sana," sebutnya. Dilarangnya lokasi permukiman di sekitar bandara, jelas Mardianto, bukannya tanpa dasar. Ada banyak bahaya yang mengintai masyarakat. "Gendang telinga anak terutama bayi itu bisa rusak permanen mendengar suara pesawat, lalu kalau (pesawat) jatuh. Bahkan ada sebuah rumah makan yang berada persis di depan lintasan pesawat. Itu tidak boleh. Kalau ada izinnya, kok bisa? Itu kan KKOP," pungkas Mardianto. Ia mengungkap wacana pemindahan bandara itu juga sudah sejak lama direncanakan pemerintah dan sudah dilakukan berbagai kajian. "Secara tata ruang harus mumpuni dia. Jangan di lahan gambut, jangan di daerah berbukit-bukit dan jangan di kawasan hutan lindung apalagi di kawasan permukiman dan industri," sebutnya. Jika lokasi bandara yang baru berada jauh dari ibukota, Mardianto menambahkan, harus ada jarak tempuh maksimal yang dipikirkan termasuk transportasi. "Kalau bandara ini jauh dari mana-mana dan butuh waktu, kalau tidak salah saya maksimal jaraknya dua jam dari ibukota. Itu harus difasilitasi juga transportasinya dari bandara yang baru ke ibukota. Sediakan komuter (kereta) misalnya atau transport yang lain," terang Mardianto. Jika perlu, ia melanjutkan, pemerintah dan pihak bandara juga membeli Hak Guna Usaha (HGU) kebun-kebun sawit yang ada di sekitar lokasi bandara yang baru agar dapat dipastikan daerah tersebut aman dari pembangunan dan pemukiman. "Kita belajar dari kejadian-kejadian di daerah lain di mana ketika ada kecelakaan pesawat menimpa tukang becak dan masyarakat lainnya. Lebih baik pesawat ini kalau misalnya terjadi apa-apa, jatuhnya ke lahan sawit daripada menambah jumlah korban karena jatuh menimpa masyarakat," tutupnya. Penulis: Rinai |
||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |