Home / Meranti | |||||||||
Menumpuk, Pengepul di Kepulauan Meranti Kesulitan Jual Beras dari Petani Lokal Senin, 29/03/2021 | 19:55 | |||||||||
Direktur BumDes Mekar Jaya, Desa Mekar Baru Imam BR, saat memperlihatkan beras jenis Pandan Wangi hasil produksi BumDes SELATPANJANG - Saat ini Petani di Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti sudah memasuki musim panen padi. Namun sayang, musim panen ini kurang mendapat sambutan baik dari sejumlah pengepul atau penggiling padi di wilayah itu. Pasalnya, pengepul juga mengaku kesulitan untuk menjual beras hasil pembelian gabah dari petani setempat. Salah satu pengepul yakni Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Mekar Jaya, Desa Mekar Baru, Kecamatan Rangsang Barat juga kesulitan untuk memasarkan beras hasil produksinya. "Di Rangsang Barat ini ada lima penampung dan kondisinya juga sama. Dimana gabah yang dibeli dari petani dan beras yang sudah digiling masih tersimpan rapi di gudang karena untuk jual saja susah," kata Direktur BumDes Mekar Jaya, Imam BR, Senin (29/3/2021). Dikatakan harga jual beras saat ini tidak sesuai dengan harga gabah yang dibeli dari petani. Jadi keuntungannya sangat tipis. Untuk harga satu kilogram gabah dibeli dengan harga Rp6000 - Rp8000, sementara harga jual hanya berkisar Rp8000 - Rp9000 per kilogram Saat ini di gudang penyimpanan milik BumDes masih tersedia gabah kering sebanyak 20 ton yang jika digiling menghasilkan 14 ton beras. Dan pihak BumDes pun belum sanggup menampung terlalu banyak gabah dari petani, karena beras yang ada saat ini saja belum laku dijual. "Di gudang kami masih banyak menumpuk gabah kering dan beras. Karena susah menjualnya kami pun tak berani lagi mengambil gabah dari petani, karena selain banyak, modal pun belum bisa diputar. Untuk Desa Mekar Baru saja produksi beras 200 ton dalam setahun belum lagi dari desa lain. Malah di salah satu tempat pengepul lainnya saat ini masih tersimpan 100 ton lebih," kata Imam. Diceritakan, pihaknya juga sudah mencoba untuk menjajaki kerja sama dengan distributor beras di Kota Selatpanjang, ibu kota Kepulauan Meranti, namun upaya itu belum berhasil. "Kita sudah menemui beberapa distributor beras di Selatpanjang, namun mereka pun belum bisa menampung beras dari petani lokal, alasannya konsumen masih belum bisa beralih dari beras merk terkenal yang didatangkan dari Pulau Jawa," ungkapnya. Karena tidak tahu lagi mau dijual ke mana, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan Disdagprinkop-UKM Kabupaten Kepulauan Meranti, namun sampai ini juga belum ada titik terangnya. "Kita juga sudah bingung mau jual ke mana. Waktu itu kita juga sudah berkoordinasi dengan Disdagprinkop-UKM, harapan kami mereka bisa juga memasarkan beras ini. Waktu itu pihak dinas berjanji akan memasarkannya dengan membuka stand, namun hingga saat ini nyatanya belum ada," ujarnya. Diakuinya kesulitan menjual hasil panen ada beberapa faktor. Salah satunya kondisi tersebut dipicu lemahnya pemanfaatan teknologi pascapanen, untuk menghadapi tingginya intensitas hujan. "Kualitas kita kalah saing, namun tidak buruk-buruk sangatlah. Kita kalah pada pengolahan saja, disaat penjemuran dan pada pengolahan mesin itu mempengaruhi kualitas seperti banyak yang patah-patah. Malah untuk Beras kita punya banyak varian, ada Pandan Wangi, Batang Piaman, Anak Daro dan Cendani," ujarnya lagi. Disinggung soal cadangan beras hasil pertanian lokal, Imam juga mengetahui banyak tentang informasi itu. Dia mengungkapkan beras yang dihasilkan dari petani di Kepulauan Meranti mencapai 5000 ton setiap tahunnya dan itu mencukupi 20 persen kebutuhan lokal. "Beras hasil pertanian dari petani lokal kita itu tiap tahunnya mencapai 5000 ton tiap tahunnya dan itu sudah mencukupi 20 persen kebutuhan lokal. Jika banyak lahan yang digarap dan diproduksi dengan mesin canggih, maka kita tidak perlu terlalu banyak mendatangkan beras dari Jawa," pungkasnya. Penulis : Ali Imroen |
|||||||||
|
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |