Home / Hukrim | ||||||
Bupati Meranti Kepala Daerah ke-10 di Riau Diciduk, MAKI: KPK Gagal Mencegah Minggu, 09/04/2023 | 13:43 | ||||||
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman (foto/int) JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) turut menyoroti penangkapan Bupati Kepulauan Meranti, M Adil atas kasus korupsi. KPK menciduk kepala daerah di Riau itu terkait kasus suap. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman menilai adanya kepala daerah korupsi demi modal ambisi politik karena kegagalan program pencegahan KPK. M Adil diduga mengumpulkan setoran-setoran dari kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk kampanye pemilihan gubernur Riau pada 2024. Data ICW dari dari tahun 2007, sudah 10 kepala daerah di Riau kena ciduk KPK. Terdiri dari tiga gubernur, satu walikota, dan enam bupati. Dikutip detik.com, Boyamin menyebut, motif ini hampir semua calon kepala daerah biasanya berutang duit untuk maju dan memenangi Pilkada. Jika terpilih, kepala daerah itu dalam periode pertama kepemimpinannya mesti mengumpulkan uang untuk balik modal. Serta mencari biaya kampanye untuk periode kedua. "Karena belum cukup balik modal kalau satu periode dan mungkin baru malu-malu kucing untuk korupsi. Maka berharap nanti bisa nyari uang sebanyak-banyaknya di periode kedua, maka dia berjuang untuk mendapatkan biaya untuk kampanye menjelang periode kedua," sebur Boyamin, Sabtu (8/4/2023). "Dari mana uangnya didapat? Kalau mengandalkan gaji dan honor nggak cukup, maka mau nggak mau ya jalan pintas korupsi kan," sambungnya. Ia mengatakan banyak cara para gubernur, bupati, atau walikota korupsi. Seperti memperdagangkan pengaruh yang berkaitan dengan promosi jabatan, perizinan, proyek, hingga menyunat hak-hak pegawai. "Berkaitan dengan SDM promosi jabatan, mestinya yang hebat, cerdas, dan berintegritas yang naik promosi. Tapi karena kebutuhan kepala daerah, maka yang dipromosikan adalah yang nyogok atau setoran. Terus berkaitan dengan kewenangan yang lain misalnya izin itu ya diberikan kepada yang nyogok," kata Boyamin. Boyamin menganggap biaya politik di Indonesia sangat tinggi. Boyamin bahkan menyentil program KPK yang dinilai gagal mencegah potensi-potensi praktik korupsi para pejabat. "Potensi-potensi korupsi ini akan makin membesar karena KPK juga gagal membuat pencegahan yang digaung-gaungkan, yang digembor-gemborkan periode ini akan membuat pencegahan yang hebat, sistem anggaran yang bagus, sistem promosi jabatan dan sebagainya bagus, sistem penggunaan kewenangan bagus, tidak disalahgunakan," sebut Boyamin. "Tapi kenyataannya tidak ada, akhirnya supaya kelihatan bekerja ya melakukan OTT. Jadi akhirnya ya gagal, dari sisi pencegahan gagal, dari sisi penindakan gagal," tutupnya. (*) |
||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |