Home / Hukum dan Kriminal | |||||||
Izin HGU 'Pembabatan Hutan' di Desa Mengkikip Sudah Kadaluarsa 22 Tahun Silam Kamis, 25/02/2021 | 15:27 | |||||||
![]() | |||||||
Pengolahan kayu di area hutan Desa Mengkikip, Kecamatan Tebingtinggi Barat | |||||||
SELATPANJANG - Saat ini telah terjadi dugaan aktivitas pembabatan dan pemanfaatan kayu hutan alam secara besar-besaran di Desa Mengkikip Kecamatan Tebingtinggi Barat dengan modus mengatasnamakan kelompok Tani Swadaya Mandiri Jaya. Kayu-kayu yang dijual secara gelondongan itu dipasarkan ke Medan Sumatera Utara melalui Pelabuhan Sungai Rawa, Kabupaten Siak. Aktifitas itu pun tidak diketahui oleh warga setempat begitu juga kepala desa Mengkikip. Diketahui kayu tersebut dikirimkan berdasarkan perintah salah satu oknum karyawan PT RAPP bernama Rando Sirait. Sementara di lahan tersebut juga terdapat lahan kebun sagu dan lahan kelompok masyarakat setempat yang beranggota sebanyak 26 orang yang juga ikut digarap tanpa ada pemberitahuan dan kesepakatan ganti rugi. "Ya,disana juga banyak lahan kelompok yang sudah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) seperti kelompok Tuah Meranti dan lahan sagu masyarakat tempatan yang juga mereka garap tanpa ada penyelesaian proses ganti rugi," kata Ibrahim salah seorang anggota kelompok tersebut. Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional Dr Elviriadi menyayangkan polemik pembabatan kayu hutan alam yang terjadi di wilayah Desa Mengkikip. Pakar lingkungan itu mempertanyakan aktivitas pembabatan kayu alam di areal Desa Mengkikip tersebut yang diduga warga setempat adalah kegiatan ilegal dan melanggar hukum. Pasalnya, lebih kurang 22 tahun sejak pelepasan areal kawasan hutan seluas 2.268.50 Hektar tersebut tepatnya pada tahun 1998 kepada PT Tani Swadaya Perdana sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 35/Kpts-II/1998 tidak lagi dimanfaatkan atau sudah kadaluarsa. "Di dalam SK tersebut ditegaskan, apabila PT Tani Swadaya Perdana tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada diktum pertama dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya dan atau tidak menyelesaikan pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) dalam waktu 1 tahun sejak diterbitkannya keputusan itu, maka pelepasan kawasan hutan itu batal dengan sendirinya dan areal tersebut kembali dalam penguasaan Departemen Kehutanan," kata Elviriadi. "Apalagi, SK pelepasan itu diberikan kepada PT Tani Swadaya Perdana dan sekarang yang mengajukan izin hasil hutan adalah dia yang sama, jadi jelas nomenklatur dan tujuan SK nya beda," kata Elviriadi lagi. Dikatakan untuk pemanfaatan areal dalam penguasaan departemen kehutanan tersebut harus dilakukan pelepasan ulang kembali. Sementara yang terjadi saat ini ada pengusaha dengan atas nama kelompok tani yang berbeda lalu membuat akte notaris pada tahun 2019 dengan melangkahi kepala desa dan camat setempat selaku penanggung jawab atau pemangku kawasan hutan di daerah tersebut. "Kami minta kepada Menteri LHK Siti Nurbaya untuk menyusuri akar masalah dan tata tertib administrasi perijinan kehutanan dikampung kami ini," ungkapnya. Ditambah lagi, jika memang ada Surat Keterangan Tanah (SKT) yang mereka gunakan, sementara kepala desa mengaku tidak mengetahuinya, tentu penerbit SKAU, sebagai penanggung jawab kebenaran administrasi dan fisik hasil hutan tersebut dikatakan palsu. Elviriadi menilai hal ini diduga ada kelalaian atau lemahnya pengecekan dokumen pada saat proses verifikasi berkas atau dokumen yang diajukan sehingga mereka bisa lolos dan menjalan aktifitas pembabatan kayu di arel tersebut, untuk itu ia menegaskan agar Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) untuk mengevaluasi kembali berkas yang mereka ajukan. "Saya juga minta BPHP dan Dinas LHK Riau untuk mengidentifikasi terlebih dahulu pelepasan kawasan untuk PT Tani Swadaya Mandiri Jaya, kapan dan SK nya mana? Harusnya kedepan lebih bijak dan hati hati,"tegasnya. Sementara itu Kepala Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Kepulauan Meranti Doni Saprial yang ditemui diruang kerjanya, Selasa (23/2/2021) mengatakan bahwa sampai saat ini pihaknya tidak pernah satupun mengeluarkan atau menerbitkan izin Hak Guna Usaha (HGU) termasuk di Desa Mengkikip. "Untuk di Kabupaten Kepulauan Meranti tidak ada satupun kita menerbitkan atau mengeluarkan HGU, dan untuk di wilayah Desa Mengkikip juga tidak ada, tidak tau apakah mereka mengajukan ke kementerian, takutnya kita bilang tidak ada taunya mereka mengajukan ke kementrian salah pula kita menyampaikan,"kata Doni Saprial. Penulis : Ali Imroen | |||||||
![]() ![]()
|

HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2011-2021. All Rights Reserved |