Home / Meranti | ||||||
459 Kg Sarang Walet Diperiksa Barantan Wilker Selatpanjang, BPPRD Kecolongan Senin, 10/08/2020 | 20:28 | ||||||
Petugas Balai Karantina Pertanian Hewan dan Tumbuh-tumbuhan Wilayah Kerja (Wilker) Selatpanjang sedang memeriksa burung walet SELATPANJANG - Balai Karantina Pertanian Hewan dan Tumbuh-tumbuhan Wilayah Kerja (Wilker) Selatpanjang melakukan pemeriksaan 459 kilogram sarang burung walet. Pemeriksaan yang dilakukan merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan sertifikat sanitasi produk hewan dari Karantina oleh pihak pengusaha sarang walet tersebut. Kepala Balai Karantina Pertanian Hewan dan Tumbuh-tumbuhan Wilayah Kerja (Wilker) Selatpanjang, drh Abdul Aziz Nasution mengatakan, sertifikat tersebut merupakan salahsatu syarat yang harus dimiliki oleh pengusaha walet untuk membawa sarang walet tersebut saat melewati bandara. "Di Karantina, mereka (pengusaha, red) hanya membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp5000 perkilogram," ujar Abdul Aziz Nasution, Senin (10/8/2020) sore. Diungkapkannya, bahwa dari hasil pemeriksaan terhadap sarang walet yang diisi dalam belasan kardus berisi 40-50 kg perkotak itu dilakukan di lokasi pengepul yang berada di Kecamatan Pulau Merbau. "Lumayan banyak, kalau harga Rp10 juta perkilo dikali aja sebanyak 459 kg sekitar Rp4 miliar lebih," ungkapnya. Saat disinggung apakah ada koordinasi atau kerjasama dengan pihak Pemkab Meranti dalam hal ini pihak Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) dalam hal pemungutan retribusi walet saat ini pihaknya hanya bisa membantu sebatas memberikan data saja. "Sebelumnya pihak BPPRD juga sudah berkoordinasi dan meminta agar bukti lunas pembayaran pajak menjadi salah satu persyaratan penerbitan sertifikat di Karantina. Namun tak bisa, karena terbentur. Kalau di peraturan kita itu tak ada yang mempersyaratkan persyaratan lain, jadi kalau kita membuat persyaratan sendiri, itu kita yang salah dan nanti kita yang kena. Sedangkan dari pusat itu sudah tidak bisa dan kita hanya bisa pertukaran data. Kita cuma UPT dan tak bisa ambil kebijakan semua keputusan dari pusat," jelasnya. Sementara itu, Sekretaris Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD), Agib Subardi merasa kecolongan adanya jumlah sarang walet sebanyak itu. Menurutnya pihak pengusaha tidak mau berlaku jujur terhadap berapa hasil yang mereka panen, hal itu diketahui untuk menghindari dari pembayaran pajak. Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti terus memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor pajak, namun potensi ini sering bocor karena adanya ketidakjujuran para wajib pajak. Seperti penerimaan pajak dari sarang walet yang dihitung hanya 7,5 persen perkilonya dari air sarang walet tersebut. Badan Penglolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kabupaten Kepulauan Meranti pada tahun 2019 lalu hanya menerima sebesar Rp 750 juta. Padahal potensinya bisa berlipat-lipat lebih besar dari itu. "Tahun 2019 lalu kita hanya menerima Rp 750 juta melalui tarif pajak 7,5 persen dari total panen sarang burung walet. Data itu berdasarkan pengakuan dari wajib pajak itu sendiri," kata Sekretaris BPPRD Kepulauan Meranti, Agib Subardi. Sementara itu, data dari Balai Karantina Selatpanjang, produksi sarang walet sepanjang 2019 sebanyak 18 ton. Hal itu diketahui dari para peternak sarang walet yang ingin menjual keluar harus melalui pemeriksaan karantina terlebih dahulu. Jika dihitung dari harga jual Rp 8 juta per kilogramnya, maka bisa dipastikan penerimaan pajak tersebut seharusnya Rp 13 milliar bukan Rp 750 juta. Dikatakan Agib, sejauh ini dalam penerapan pungutan pajak walet pihaknya masih menggunakan pola pengakuan dari wajib pajak. Dengan demikian ia merasa banyak pengusaha yang tidak jujur. "Ketika kita mengunjungi dan memungut pajak dari sana kita hanya mendapatkan informasi self assessment tanpa bisa melihat langsung berapa yang akan dipanen," pungkas Agib. Penulis: Ali Imroen Editor: Yusni Fatimah |
||||||
|
|
Komentar Anda:
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |