Home / Hukrim | ||||||
Bersihkan Pekarangan untuk Kenduri, Rustam Warga Meranti Ditangkap, Dituduh Bakar Lahan Rabu, 08/07/2020 | 16:22 | ||||||
Rustam tersangka pembakar lahan di halaman rumahnya saat mengikuti sidang online. SELATPANJANG - Seorang pria warga Desa Alah Air, Kecamatan Tebingtinggi, Kepulauan Meranti bernama Rustam Bin Alm Kartawirya terjerat hukum karena membersihkan pekarangan rumahnya. Tahapan persidangannya kini sudah memasuki tahap pembelaan (Pleidoi) di Pengadilan Negeri Bengkalis dengan Nomor Perkara 187/Pid.B/LH/2020/PN Bls. Dalam Nota Pembelaannya yang dibacakan pada Selasa (7/7/2020), penasehat hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru menyebutkan bahwa fakta persidangan tidak membuktikan Rustam melakukan kegiatan membuka dan / atau mengelola lahan dengan cara membakar sebagaimana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Rustam merupakan seorang buruh bangunan. Rustam berniat untuk membuat acara syukuran anaknya yang baru lahir, untuk acara tersebut Rustam membersihkan pekarangan rumahnya yang akan dijadikan tempat acara syukuran. Rustam membakar sampah - sampah rumput tersebut di sebuah tunggul. Demi mencegah api supaya tidak merambat, Rustam membersihkan di sekeliling tunggul sekitar 1, 5 meter, namun api tetap menjalar karena angin puting beliung (angin putar namun tidak begitu besar). Dan mengenai lahan pekarangan miliknya seluas 15 x 10 meter. Karena hal tersebut Rustam ditangkap dan ditahan sejak tanggal 25 Januari 2020, saat ini Rustam disidang di Pengadilan Negeri Bengkalis, dituntut 1 tahun penjara dan denda sebesar Rp 800 juta karena melanggar pasal 56 ayat 1 UU Perkebunan. Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti mendakwa Rustam dengan dakwaan alternatif, yaitu dakwaan pertama melanggar Pasal 69 ayat (1) huruf h Jo Pasal 108 Undang-Undang RI No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Dakwaan Kedua melanggar Pasal 56 ayat (1) Jo Pasal 108 Undang-Undang RI No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Dalam fakta persidangan terungkap bahwa Rustam hanya membersihkan pekarangan rumahnya agar terlihat bersih dan rapi karena keluarga Rustam akan mengadakan acara syukuran kenduri atas kelahiran anak keempatnya. Pekarangan Rustam juga bukan sebuah lahan perkebunan dan Rustam juga bukan seorang pekebun atau juga bukan pelaku usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perkebunan. “Pak Rustam hanya seorang buruh bangunan, bukan seorang pekebun dan juga Pak Rustam tidak membuka lahan atau mengelola lahan perkebunan. Pak Rustam hanya membersikan pekarangan rumah saja, pekarangan rumah Pak Rustam juga bukanlah areal perkebunan,” ucap Noval Setiawan penasihat hukum Rustam. Dalam nota pembelaannya penasehat hukum Rustam menyebutkan kesesatan berpikir Jaksa Penuntut Umum jika mengategorikan tanaman yang berada di pekarangan rumah Rustam adalah usaha perkebunan. “Jika pohon di depan rumah Pak Rustam dikatakan merupakan usaha perkebunan, maka bagaimana jika ada pohon kelapa, pisang ataupun pinang berada di tepi jalan raya, di halaman pekarangan kantor Polres, kantor Kejaksaan atau Pengadilan, bahkan kantor LBH sendiri? Apakah kantor-kantor tersebut dapat dikatakan memiliki usaha perkebunan? Atau bahkan pelaku usaha perkebunan? ini merupakan kesesatan berfikir Jaksa Penuntut Umum dalam mengartikan perkebunan atau usaha perkebunan” tambah Noval. Jaksa menuntut sesuai dengan dakwaan kedua melanggar UU Perkebunan, akan tetapi penasehat hukum Rustam menilai jaksa dalam argumentasi atau analisisnya menggunakan UU PPLH atau dakwaan kesatu. "Hal ini membuktikan bahwa jaksa ragu dan bingung dakwaan mana yang harus dikenakan kepada Pak Rustam, karena dalam fakta persidangan baik dakwaan kesatu maupun kedua sama sama tidak terbukti,” tegas Noval. Kepala Operasional LBH Pekanbaru, Rian Sibarani menambahkan bahwa unsur-unsur dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak terbukti. “Fakta persidangan terungkap bahwa Rustam tidak membuka atau mengelola lahan perkebunan dan Rustam tidak ada berniat untuk membuka atau mengelola perkebunan, hanya untuk membersihkan pekarangan karena akan mengadakan kenduri," tambah Rian Sibarani. Dalam nota pembelaannya penasehat hukum Rustam juga menyebutkan bahwa terjadi suatu disparitas atau perbedaan penegakan hukum antara masyarakat yang buta hukum dengan korporasi atau cukong yang secara terang melakukan pembakaran lahan. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya masyarakat yang terjerat hukum karena membakar setitik lahan. "Sementara itu korporasi ataupun cukong sangat sedikit yang sampai di meja penyidikan atau pengadilan. Seharusnya Penegak Hukum, baik Kepolisian maupun Kejaksaan lebih serius menangani para pembakar lahan yang luasnya puluhan bahkan ribuan hektar dan menyebabkan penderitaan serta kesengsaraan bagi masyarakat di Provinsi Riau," pungkasnya. Penulis : Ali Imron Editor : Fauzia |
||||||
|
|
Komentar Anda:
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |