Home / Otonomi | |||||||||
Sesulit Itukah Menghilangkan Praktek Nepotisme di Riau? Senin, 13/01/2020 | 21:27 | |||||||||
Nepotisme. FOTO: Google Beberapa hari belakangan ini, masyarakat Riau dihebohkan dengan berita dilantiknya anggota keluarga Gubernur dan Sekda Riau untuk menduduki jabatan strategis. Dari beberapa pejabat yang dilantik tersebut diantaranya menantu Gubernur Riau yaitu Tika Rahmi Syafitri yang dilantik untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Sub Bagian (Kasubag) Retribusi di Badan Pendapatan Daerah (Bapeda) Provinsi Riau. Selain itu dilantik juga istri dari Sekda Yan Prana Jaya yaitu Fariza sebagai Kepala Bidang (Kabid) pengembangan di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Riau. Padahal sebelumnya Fariza ini hanya sebagai Staf di BKD Riau. Selanjutnya pejabat yang dilantik yaitu Prasurya Darma yang tak lain dan tak bukan adalah merupakan abang kandung Sekda Riau Yan Prana. Prasurya Darma dilantik untuk menduduki jabatan sebagai Sekretaris Dinas Sosial Provinsi Riau. Tidak hanya abang kandung Yan Prana saja yang dilantik, adik kandung Yan Prana yaitu Dedi Herman juga ikut dilantik sebagai Kabid Ops Satpol PP Riau. Hal tersebut jelas membuat masyarakat Riau menelan kekecewaan untuk yang kesekian kalinya. Sebab fenomena seperti ini, sebenarnya di Riau sudah menjadi hal yang lumrah atau sudah menjadi sebuah kebiasaan tentunya kebiasaan yang tidak etis. Bahkan dapat dikatakan hal tersebut sudah membudaya dan bukan rahasia umum lagi. Mengapa dikatakan hal yang lumrah? Karena hal tersebut juga terjadi di kepemimpinan sebelum-sebelumnya. Jadi tidak salah jika timbul sikap skeptis masyarakat terhadap kepemimpinan yang ada. Apa lagi kepemimpinan Gubernur-Sekda Riau belum genap satu tahun. Tetapi mengapa masyarakat Riau sudah ditunjukkan dengan hal yang sedemikian rupa. Seharusnya kejadian-kejadian yang terjadi di kepemimpinan sebelumnya bisa menjadi bahan pembelajaran dan evaluasi di kepemimpinan sekarang. Perilaku Kepala Daerah yang menempatkan anggota keluarganya untuk mengisi jabatan-jabatan yang strategis bisa mengarah kepada tindakan nepotisme. Sehingga nantinya bisa merusak demokrasi di daerah. Sekarang sudah tidak zamannya lagi pemimpin menunjukkan perilaku yang dapat membuat kepercayaan masyakarat​ hilang akibat dari tindakan yang dilakukannya. Sekarang ini zamannya dimana pemimpin dituntut untuk lebih bisa mengeluarkan ide atau gagasan yang berbobot dan merealisasikannya untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Jadi tidak hanya anggota keluarganya saja yang disejahterakan, tetapi masyarakatnya juga butuh akan kesejahteraan! Penulis : Nurhidayah​, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Abdurrab |
|||||||||
|
Komentar Anda:
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |