Home / Otonomi | |||||||||
OPSI Riau Minta Pemerintah Beri Ruang untuk Kurangi PS Kamis, 28/11/2019 | 08:31 | |||||||||
FGD OPSI. PEKANBARU - Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) Riau mengadakan Forum Diskusi Group (FGD), Rabu (27/11/2019) sore di Waroeng Baper Marpoyan, Pekanbaru. Acara tersebut dihadiri enam pengurus Opsi, yakni Ruli Ramadhani, Siti Uripah, Tumirah, Hariadi, Beny, Agus Triadi dan satu narasumber dari Komisi Penanggulangan Aids (KPA) kota Pekanbaru, Ahmad Bilal. Koordinator Opsi Riau, Ruli mengatakan pertemuan ini merupakan untuk sensitisasi para media terhadap isu-isu Pekerja Seks (PS) dalam pemaparan kegiatan yang dilakukan. Di kesempatan yang sama, sekretaris Opsi Riau, Siti Uripah (Lip) menjelaskan Opsi merupakan jaringan nasional PS, yang terdiri dari PS Perempuan, PS laki-laki dan PS Transgender. Berdiri dari tahun 2009 hingga kini (2019) dan anggotanya tersebar di 20 provinsi di Indonesia. "Opsi sendiri bekerja di isu kesehatan seperti IMS, HIV, Advokasi dan pendamping terkait kekerasan terhadap pekerja seks. Dan Opsi juga mempunyai program terkait Community Legal Servis (CLS), yang akan membantu pekerja seks bila mendapat tindakan diskriminasi atau kekerasan seks," sambung Lip. Pada saat media menanyakan mengapa memilih menjadi PS, Koordinator Opsi Riau, Ruli menyebutkan alasan menjadi PS dikarenakan pemerintah tidak memberikan ruang terhadap mereka-mereka yang kini jadi PS. "Terutama saya, karena memiliki tato saya tidak diterima bekerja. Karena tato dianggap tindakan kriminal. Sementara tato hanyalah seni dan tidak menggambarkan sifat seseorang," jelasnya. Kemudian saat ditanya tanggapan Opsi terkait ditutupnya tempat lokalisasi, Ruli menjawab itu bukanlah solusi. "Menutup lokalisasi bukanlah suatu solusi yang tepat untuk mengurangi populasi pekerja seks. Karena mereka akan tetap mencari lokasi lain untuk dijadikan lokasi mereka. Justru akan tambah menjamur dan di sini seharusnya pemerintah dapat lebih tanggap terhadap PS, supaya PS ini dapat lebih berkurang," katanya. Masih kata dia, sebetulnya, organisasi Opsi ini bertujuan untuk memberdayakan para PS, agar dapat memiliki pembekalan psikologis supaya dapat memiliki potensi dan tidak menjadi PS lagi. "Melainkan memiliki profesi yang baik di luar sana, lebih tepatnya dapat berkarier," pungkasnya. Sementara itu, narasumber dari KPA kota Pekanbaru, Ahmad Bilal menyampaikan menurut survei yang dia lakukan face to face ke beberapa PS menurut mereka menjadi PS bukanlah keinginan/cita-cita, melainkan sebuah tuntutan hidup yang harus dijalani. Bilal juga mengaku mengikuti proses berjalannya OPSI tersebut dan dia juga melakukan advokasi terhadap HIV dan Aids di berbagai wilayah. Penulis: Rivo Wijaya Editor: Yusni Fatimah |
|||||||||
|
|
Komentar Anda:
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |