Home / Otonomi | ||||||
OPINI: Keteladanan dan Transformasi Kaum Muda Dalam Peradaban Bangsa Senin, 30/10/2017 | 15:19 | ||||||
“Ing Ngarso Sung Tulodho” memiliki makna “Di depan memberikan teladan”. Siapa yang tidak pernah membaca filosofi ini di Nusantara khususnya yang pernah menjalani pendidikan di sekolah? Bapak Pendidikan Indonesia, Kihadjar Dewantara, hampir satu abad mencetuskan filosofi pendidikan ini tentu dalam perenungan serta pemikiran yang dalam. Akan tetapi, hakikat pendidikan di Indonesia tampak tidak berubah. Filosofi pendidikan yang di terapkan Kihadjar Dewantara pada sekolah adalah daya cipta, daya rasa, dan daya karsa dalam membentuk karakter manusia harus menjadi kesatuan dalam pendidikan seumur hidup. Singkatnya, kita menyebut dengan integritas. Pemahaman tentang pentingnya sebuah teladan dalam praktek hidup berbangsa, agar ditiru oleh generasi penerus kaum muda, menjadi pekerjaan rumah yang berat di negara kita, salah satu permasalahan yang berat tersebut adalah korupsi. Kita dapat melihat, data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), skor indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) semakin tinggi, dari tahun 2015 3,59 menjadi 3,71 di tahun 2017. Memang terlihat membaik, tetapi mirisnya, koruptor ini sebagian besar, melibatkan apa yang biasa di sebut sebagai kejahatan kerah putih. Bung Hatta adalah salah satu teladan yang baik. Dalam sebuah tulisan di salah satu buku Bung Hatta, kepemimpinan adalah sebuah amanat yang harus bisa membaca perasaan rakyat, menggerakkan massa yang sulit bergerak sendiri, dan menyuluhi jalan pembebasan rakyat yang masih gelap. Benang merahnya, pemimpin harus mengemudikan apa yang paling di kehendaki oleh rakyat, bukan sebaliknya, menipu rakyat. Berkaca dari potensi Sumber daya alam kita yang berlimpah, tidak heran, sering terjadi gesekan kepentingan dan ini tentu saja tidak elok di jadikan teladan oleh kaum muda. Karena itu, kepemimpinan yang kuat—yang mampu membaca perasaan rakyat, perlu lebih banyak lagi di lahirkan. Darimana, kita temukan pemimpin tersebut? Jawabannya, tentu saja dari pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Di lingkungan inilah, kampus memegang kunci gerbang melimpahnya bibit kepemimpinan. Dari seorang kepala keluarga hingga pemimpin swasta dan pemerintahan. Pertanyaannya sekarang, sudahkah pemerintah serius dalam memajukan pendidikan ? Dalam era perubahan global sekarang yang identik dengan inovasi teknologi sebagai daya ungkit memajukan bangsa, sudah selayaknya, pendidikan menjadi prioritas pemerintah. Jika di lihat dari postur anggaran, Kementerian Pendidikan dan Kementrian Riset Teknologi & Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) yang jika digabungkan sekalipun, hanya sekitar Rp84 triliun. Padahal, hal tersebut sangat elementer dalam perekonomian dan kemajuan bangsa kita. Memang, jika ditotal secara keseluruhan dana pendidikan menembus angka Rp419,2 triliun. Permasalahannya, ada 20 kementerian yang di ikut sertakan dalam postur anggaran tersebut. Sekitar 126,6 triliun saja di gunakan untuk menggaji pegawai negeri sipil (PNS). Fokus anggaran pada kementerian pendidikan dan Kemenristekdikti adalah solusi yang lebih tepat. Dalam waktu yang tidak lama lagi, Indonesia juga akan mengalami sebuah kesempatan emas bonus demografi. Dalam sebuah seminar, Prof. Dr. Fasli Jalal yang pernah menjabat kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN), memaparkan satu kesempatan penting ketika tahun itu di alami oleh bangsa kita, yakni puncak bonus demografi usia produktif di Indonesia. Ledakan angkatan usia produktif sekitar 180 juta orang yang berusia 15-64 tahun dalam struktur kependudukan Indonesia menciptakan sebuah peluang mesin ekonomi baru dalam menyambutnya. Beruntungnya lagi, ketika Indonesia mengalami limpahan usia produktif tersebut, dunia sedang dalam kemajuan inovasi teknologi yang sangat pesat. Pertanyaan sekarang, sudah sadarkah kaum muda Indonesia, akan jendela demografi tersebut yang pada puncaknya nanti pada tahun 2028-2030, ada sekitar 80 juta orang yang berusia 15-34 tahun? Bagaimana mempersiapkan kaum muda yang melimpah, jika pemerintah saja belum secara serius dalam kebijakan anggaran pendidikan menghadapi tantangan demografi yang sudah jelas-jelas di depan mata. Apa yang anda bayangkan terjadi ketika Indonesia memperingati satu abad Sumpah Pemuda pada tahun 2028 ? Saat puncak demografi yang terjadi selama dua tahun yaitu pada tahun 2028-2030 (11 tahun dari sekarang) segera akan kita hadapi. Era sekarang, telah terjadi pergeseran nilai-nilai karakter budaya, inovasi teknologi, dan perubahan ilmu pengetahuan serta pendidikan yang terjadi lebih cepat karena dukungan ribuan aplikasi dan media sosial yang menjadi kumpulan penduduk baru di dunia maya. Hanya dengan laman dan gawai, generasi sekarang melintas negara, bertukar pikiran, membangun komunitas, dan menggerakkan massa yang luar biasa masif.
Serupa dengan usia produktif yang melimpah pada saatnya nanti di negara kita, generasi ini dengan inovasi teknologi nya bisa menjadi malapetaka atau malah menjadi potensi besar dalam memajukan bangsa. Generasi inilah yang menjadi calon penerus bangsa di segala sektor. Teladan dan peran serta dukungan kita saat ini untuk bersama-sama dalam membimbing, mengarahkan, membangun karakter dan kompetensi baik itu pendidikan resmi di sekolah, perguruan tinggi, keluarga dan di luar rumah, merupakan hal yang sangat signifikan di masa yang akan datang. Tanggung jawab ini berada di pundak kita bersama. Sudah saatnya, kaum muda, bangkit kembali memegang estafet transformasi besar dalam kemajuan peradaban berbangsa. Selamat hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2017. Bernard M Ketua Komunitas Produktif Bonus Demografi Riau |
||||||
|
|
Komentar Anda:
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |