Home / Property | |||||||||
Inilah Tiga Kota di Indonesia dengan Potensi Properti Menjanjikan Kamis, 26/10/2017 | 13:02 | |||||||||
PEKANBARU-Riset yang dikeluarkan lembaga pemantau properti baru-baru ini menyebutkan tiga kota di Indonesia memiliki potensi paling menjanjikan saat ini. Kota-kota tersebut yakni Bali, Surabaya dan Jakarta.
Colliers International, lembaga yang mengeluarkan riset itu menyatakan, pergerakan sejumlah raksasa properti nasional menjadi triger pertumbuhan properti di kota-kota tersebut. “Beberapa melakukan ekspansi yang mendorong tumbuhnya minat berinvestasi di Bali, Surabaya dan Jakarta,” ujar Senior Associate Director Research Colliers International, Ferry Salanto dalam keterangan yang ditulis sejumlah media. Colliers mencatat properti Bali masih seksi di mata investor karena menjadi tujuan wisatawan, baik domestik ataupun mancanegara. Banyak pengembang yang terjun ke Pulau Dewata dengan produk hospitality seperti condotel, vila, resor dan sejenisnya. Namun yang menarik, mulai ada yang ikut menawarkan perkantoran. Khususnya co-working space yang menyasar start-up. Untuk kota Surabaya, daerah ini memiliki potensi tinggi karena merupakan hub, atau jalur penghubung Indonesia Timur. Dengan tumbuhnya usaha di Indonesia Timur dan agresifnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, secara langsung maupun tak langsung akan punya pengaruh ke Surabaya. Sedangkan kota Jakarta tidak akan pernah sepi bisnis property karena sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan, sekaligus kota paling sibuk di Indonesia. Dalam kondisi saat ini, ketiga kota tersebut paling menarik di antara kota-kota lain di Indonesia. Catata khusus bidang properti yang mencuri perhatian adalah, apartemen, ritel, serta perkantoran. Meski cukup optimis, Colliers mencatat tingkat okupansi sektor ritel di Jakarta mencapai titik terendah dalam satu dekade terakhir yakni di kisaran 83,8 persen pada kuartal III 2017. Angka itu turun 2,3 persen dari kuartal sebelumnya. Tingkat keterisian menurun akibat kenaikan pasokan properti di sektor ritel tak sebanding dengan peningkatan permintaan. Kondisi ini sejalan dengan turunnya peringkat sektor ritel Indonesia dari peringkat 5 pada 2016 menjadi peringkat 8 dalam Global Retail Development Index. Padahal, penjualan ritel secara umum mekar 8,02 persen dalam perhitungan tahunan. Jika dirinci, okupansi properti sektor ritel di pusat bisnis (CBD) hanya mencapai 87,8 persen. Namun angka itu masih lebih tinggi dibandingkan tingkat keterisian area belanja di luar CBD yang hanya sebesar 82,2 persen. Di sisi lain, pengembang perkantoran di Bali, Agung Panorama Propertindo optimis permintaan perkantoran diperkirakan tumbuh. Itu mulai tampak diawal tahun yang makin banyak pengembang bermain di bidang perkantoran. Demikian halnya di sebagian tempat di Indonesia seperti Nusa Dua, Bali. Di pulau Dewata itu belum juga memiliki perkantoran yang tersentralisasi seperti Central Business District (CBD). “Kalau kita melihat industri pendukung project properti, seperti pembuatan maket, desain, maupun konsultan properti, mereka mulai sibuk. Ini artinya banyak pengembang yang bergairah untuk memasarkan produk baru, ” kata General Manager Crea, The Nusa Dua 24/7 Resort Office, Pamela Hannie, dikutip kumparan. Dia bilang kebangkitan sektor properti diantaranya dampak tax amnesty, pelonggaran perbankan, serta kebijakan-kebijakan yang arahnya semakin memudahkan investasi di bidang ekonomi. Agung Panorama Propertindo memilih Bali sebagai proyek perkantoran pertama mereka di luar Jawa karena melihat peluang yang bagus di sektor ini. Beberapa faktor yang menguntungkan itu antara lain lokasi proyek yang sangat strategis karena berada di kawasan khusus pengembangan pariwisata The Nusa Dua, tumbuhnya startup, serta kultur pelaku usaha di Bali yang belum terbiasa menggunakan gedung-gedung jadi kantor. (*) |
|||||||||
|
Komentar Anda:
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |