Home / Otonomi | |||||||||
Ratusan Masyarakat Pulau Padang Dambakan PT RAPP Beroperasi Kembali Selasa, 10/10/2017 | 19:25 | |||||||||
Logo RAPP SELATPANJANG - Sejak berhentinya operasional PT RAPP di wilayah konsesi Pulau Padang Kabupaten Kepulauan Meranti pada 21 November 2016 lalu ternyata berdampak negatif bagi masyarakat yang sudah menggantungkan hidupnya di perusahaan tersebut. Saat ini sudah ratusan karyawan dan petani PT RAPP yang sudah dirumahkan, dimana sekarang para pekerja tinggal 98 orang, dibanding pada Mei 2016 lalu jumlah pekerja mencapai 398 orang. Untuk diketahui, selama ini PT RAPP telah menjadi tumpuan hidup bagi masyarakat dua kecamatan yang berdekatan yakni Kecamatan Merbau dan Tasik Putri Puyu, pasalnya hampir separuh dari masyarakat desa seperti Desa Tanjung Padang, Desa Lukit, Dedap, Mekar Delima, Kudap, Bandul, dan desa lainnya menjadi petani, karyawan dan mitra usaha di perusahaan milik Sukanto Tanoto ini. Saat ini pula, bergulir wacana pemerintah pusat yang akan mencabut Izin PT RAPP, menjelang wacana itu, operasional perusahan yang mempunyai nilai investasi Rp500 miliar itu pun sudah menghentikan operasionalnya sejak 2016 lalu karena terhambat Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. "Akan berakibat fatal jika izin PT RAPP tetap di cabut, persoalannya selama ini perusahaan terus mengakomodir masyarakat untuk bekerja sebagai karyawan dan petani yang artinya langkah ini bagian dari pengurangan angka pengangguran, saat ini banyak dari karyawan saya yang menganggur akibat dari tidak beroperasinya perusahan sejak setahun lalu," kata Anwar Umar, pemilik Nursery PT Oya Makmur mitra bina usaha PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Estate Pulau Padang, Selasa (10/10/2017). Dikatakannya, mayoritas penanaman bibit untuk perusahan HTI dilakukan oleh masyarakat, selain itu selama beroperasi PT RAPP terus melaksanakan program pemberdayaan masyarakat sekitar melalui pola-pola kemitraan yang saling menguntungkan. "Nursery tempat melakukan pembibitan bibit akasia yang saya kelola mempunyai karyawan sebanyak 150 orang yang terdiri dari lelaki dan perempuan, di Pulau Padang sendiri terdapat 2 Nursery dan 3 lahan tempat penanaman, mayoritas pekerjanya adalah masyarakat Pulau Padang. Saat ini perusahaan berhenti beroperasi akibatnya banyak masyarakat yang menganggur dan harus menjadi TKI ilegal ke malaysia demi menyambung hidup," kata Anwar. Tinjau Ulang Pencabutan Izin Anwar berharap kepada pemerintah untuk meninjau ulang terhadap pencabutan izin PT RAPP, menurutnya masyarakat tidak punya pilihan lain untuk menafkahi keluarga mereka selain berkerja di perusahan. "Kepada perusahan lah masyarakat disini bersandar, soalnya para pekerja disini digaji dengan standar UMK, selain itu juga difasilitasi BPJS. Sebelum ada perusahan masyarakat disini bekerja mencari kayu di hutan untuk kembali dijual, apalagi menurut hukum pekerjaan menebang kayu adalah pekerjaan yang salah, saat ini kayu sudah habis, masyarakat mau bekerja dimana lagi," katanya. Salah seorang pekerja di Nursery PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) melalui PT Oya Makmur, Aminah bercerita, penghasilan bekerja sebagai penanam bibit ini ia gunakan untuk biaya sekolah anaknya. Anak pertamanya saat ini duduk di kelas 5 SD. "Saya ingin mereka sekolah sampai sarjana. Saya ingin mereka sekolah yang tinggilah, supaya tidak susah-susah seperti orangtuanya," kata Aminah Keberadaan PT RAPP ini membuatnya bersyukur karena telah menjadi tempat ia mencari nafkah dan membantu suaminya. "Sangat terasa keberadaannya. Kalau tidak ada PT RAPP, keluarga kami mungkin tidak bisa bertahan hidup di Pulau Padang. Sangat bermanfaat untuk warga sekitar daerah operasionalnya. Kami harap PT RAPP terus ada di sini dan membantu membangun Pulau Padang ini, tidak beroperasinya perusahan membuat perekonomian masyarakat disini tersendat sendat," katanya. Tingginya Angka Pengangguran Sebelumnya Kabid Ketenagakerjaan, Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSPTK) Kabupaten Kepulauan Meranti, Syarifuddin Y Kai mengungkapkan, dari data 2015 lalu, jumlah pengangguran di Meranti paling tinggi di Riau dengan angka 11,7 persen. Menurut Syarifuddin, minimnya jumlah tenaga kerja di Meranti disebabkan minimnya perusahaan yang beroperasi. Sementara, pihaknya belum bisa melakukan upaya konkret untuk menekan angka pengangguran di Meranti. Ia mengakui, berhentinya perusahaan HTI di Pulau Padang akan menambah angka pengangguran di Meranti. Saat ini kata Syarifuddin, jumlah anak tempatan yang bekerja di PT RAPP mencapai ratusan orang. "Itu belum termasuk pekerja-pekerja lepas yang bekerja secara musiman disana. Mungkin ada seribuan warga yang akan kehilangan tumpuan hidup," ujarnya. Penulis: Ali Imroen Editor: Budy Satria
|
|||||||||
|
|
Komentar Anda:
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |