Home / Otonomi | |||||||||
Kesiapan Mitigasi Bencana Karhutla di Riau Belum Efektif Sabtu, 09/03/2019 | 17:10 | |||||||||
Ilustrasi PEKANBARU - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai kesiapan mitigasi bencana kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau belum efektif. Terbukti, awal tahun 2019 ini, sebagian wilayah Riau sudah diselimuti oleh asap, sebagai akibat karhutla. Wilayah terparah terjadi di Kabupaten Bengkalis dan Dumai, yang menyebabkan sekolah diliburkan. Tidak hanya di dua daerah itu, di Kabupaten Kepulauan Meranti, Rokan Hilir (Rohil), Indragiri Hilir (Inhil), Siak, dan Kota Pekanbaru juga terjadi. Dengan total, luas lahan terbakar sekitar 1.136 hektare. Dominan, karhutla terjadi di lahan gambut. Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Riau, Tarmidzi mengatakan kesiapan mitigasi terhadap bencana karhutla belum efektif, lantaran masih minimnya upaya pencegahan. Ia menyebut, pemerintah justru lebih memilih melakukan penanggulangan atau pemadaman kebakaran yang justru menimbulkan kerugian yang cukup besar. "Seperti dalam penanggulangan karhutla melibatkan banyak pihak seperti TNI, Polri dan masyarakat, tentu cost yang dikeluarkan lebih besar pula," kata Tarmidzi dalam diskusi mendorong kebijakan anggaran pro perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Riau pada Jumat (8/3/2019) sore kemarin, di Kantor Jikalahari, Jalan Kamboja Pekanbaru. Menurutnya, kesiapsiagaan terhadap bencana karhutla sebenarnya dapat disiasati dari komitmen kebijakan daerah. Termasuk penyediaan anggaran yang memadai khususnya untuk upaya pencegahan sebagai program prioritas daerah. "Tidak mengabaikan upaya-upaya seperti penanggulangan dan pemulihan akibat Karhutla," kata dia. Ia menambahkan, tahun ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau lebih memprioritaskan membeli peralatan untuk pemadaman karhutla. Menurutnya, wajar karhutla masih menghantui Riau, karena upaya pencegahan minim "Jadi wajar saja Karhutla masih terjadi karena minim upaya pencegahan yang dilakukan, bahkan upaya pencegahan hanya bersifat sosialisasi dan koordinasi," jelasnya. Menurutnya, upaya pencegahan jauh lebih efektif jika langsung dilakukan masyarakat seperti mempercepat akses perhutanan sosial untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan pembinaan terhadap masyarakat peduli api. Dengan kondisi yang seperti, kata dia, Fitra Riau sebagai organisasi masyarakat sipil terus mendorong adanya kebijakan anggaran daerah yang berpihak terhadap perbaikan tata kelola hutan dan lahan. "Ini untuk mendukung agar adanya perbaikan kebijakan terhadap penanganan bencana Karhutla," jelasnya. Koordinator Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Made Ali menyebut, Jumat kemarin, kabut asap juga terpantau menyelimuti sejumlah wilayah di Riau. Di Rokan Hilir, Petapahan dan Minas kondisi udara yang terpantau Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) berada pada level sedang. Jikalahari mendesak Menteri Kesehatan dan Gubernur Riau segera merealisasikan pokok-pokok kesepakatan perdamaian Riau (Gugatan CLS) untuk memperkuat fasilitas pelayanan korban kebakaran hutan dan lahan. Hal ini tentunya untuk kebaikan seluruh masyarakat Riau serta mendorong pemerintah untuk cepat tanggap dalam memperhatikan kondisi masyarakatnya. "Pemerintah jangan hanya fokus memadamkan api, juga perlu segera menyelamatkan warga yang terpapar polusi asap. Jangan sampai peristiwa 2015 terulang kembali, setelah jarak pandang di depan mata, baru pemerintah sibuk mengurusi pelayanan untuk publik," kata dia. Penulis: Delvi Adri Editor: Yusni Fatimah |
|||||||||
|
|
Komentar Anda:
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |